Anak-anak dan Membaca

Tidak seperti sekarang yang anak-anak usia pra-sekolah sudah diajarkan calistung bahkan diikutkan les di sana-sini. Masa kanak-kanak kami dahulu, lulus TK bisa menghapal huruf A sampai Z adalah suatu prestasi. Tidak ada kekhawatiran kalau kami akan terlambat memahami dan mengejar pelajaran di usia SD. Guru kami baru mengajarkan membaca “Ini Budi”

(ilustrasi dari http://www.koleksibarangdjadoel.blogspot.com)
inibudikoleksibarangdjadoelblogspotcom

Masih tergambar jelas, buku belajar membaca dengan ilustrasi sampulnya yang begitu khas itu (ilustrasi diambil dari blog lain).

jadul_1

Guru kami mengajari kami, anak-anak yang hanya bisa mengafal huruf A sampai Z itu menjadi mahir membaca. Kami juga diajarkan cara menulis dari sebuah garis lurus, lengkung dan menyambung titik, hingga akhirnya kami bisa menulis huruf-huruf yang kami kami hafal tersebut. Huruf-huruf tersebut akhirnya bisa kami rangkai satu per satu menjadi sebuah kata. Begitu seterusnya hingga kami bisa membuat kalimat hingga akhirnya menjadi paragraf. Semua dilakukan santai dan tanpa tekanan dan berjalan sambil masuk ke bab-bab pelajaran. Usia kami waktu itu sudah tujuh tahun untuk bisa masuk SD. Sungguh kurikulum yang ramah dengan psikologis anak dan orang tua.

Berbeda halnya dengan kondisi anak-anak kita saat ini yang harus berhadapan dengan tuntutan kurikulum. Overlap antara kurikulum TK dan SD memaksa para guru dan orang tua bekerja keras. Juga memaksa anak-anak untuk berusaha lebih keras, harus menguasai kemampuan yang mungkin belum berhasil menumbuhkan minatnya:
Kenapa aku harus menghafal huruf-huruf ini?
Kenapa aku harus bisa membaca dan menulis?
Apa manfaat yang aku dapatkan darinya?
Mengapa aku harus membaca buku ini?
Apa sebenarnya arti cerita yang aku baca?

Saya tidak menutup mata. Saya sadar sepenuhnya tuntutan sekolah pada jaman anak-anak kita ini. Tidak saya pungkiri bahwa saya pun mengajarkan si sulung belajar membaca di usianya yang baru menginjak usia 3 tahun. Kami berproses, mengenal A-Z selama kurang lebih satu tahun. Bahkan hingga kini, si sulung sudah memiliki buku latihan membaca hijaiyyah dan abjad sendiri. Saya selalu memilihkannya flashcard, namun ternyata tidak jarang dia lebih memilih buku.

image

Pertama kali si sulung menggambar dengan keinginan sendiri

Apakah saya memaksanya demi ambisi bisa membaca sebelum usianya menginjak lima tahun? Apakah saya mengajarkannya membaca sejak dini agar saat dia bersekolah dia sudah bisa membaca? Apakah saya mengajarkannya membaca sejak dini karena saya ingin menjadi orang pertama yang membuatnya bisa membaca? Jawabannya antara ya dan tidak. Ya, saya sangat ingin menjadi orang pertama yang membuatnya bisa membaca dan memahami dunia.

Sejak bisa membaca saya begitu tergila-gila membaca. Apa saja saya baca, bahkan hampir seluruh isi perpustakaan sekolah sudah khatam saya baca sampai hafal isinya. Akhirnya buku-buku perpustakaan yang baru saja datang dan itu pun belum pula disampul plastik sudah menjadi sasaran saya berikutnya (efek punya ibu seorang guru). Tapi lebih besar dari itu, saya sangat ingin melihat anak-anak saya mencintai buku. karena saya paham betul betapa banyak hal yang saya ketahui bukan dari belajar di bangku sekolah, tapi dari kecintaan saya membaca buku.

Saya sangat menikmati dan mencintai membaca, karena awal saya belajar membaca pun tanpa paksaan sama sekali. Begitu pula dengan si sulung. Dia sangat menikmati proses belajar mengenal abjad demi abjad, bahkan dengan meminta. Tapi bagi kami, tidak boleh ada paksaan jika ingin anak menikmati proses belajar. Juga tidak boleh ada paksaan jika ingin anak mencintai belajar. Biarkan antusiasme si anak membimbingnya untuk meminta belajar ini dan itu. Sajikan dengan porsi dan sudut pandang kanak-kanak.

Saya memutuskan mendekatkan anak-anak kami dengan prosea membaca melalui buku cerita. Sejak mereka belajar memegang, saya sudah memberikan buku bantal dengan gambar berwarna-warni dan satu baris kalimat. Saya bacakan kalimat itu setiap malam sambil mereka menikmati gambarnya dan menyentuh aneka bunyi pada bukunya.

Memasuki usia dua tahun, saya mulai memberikan buku hard cover dengan full hard paper. Model buku flip flop yang jendelanya bisa dibuka. Selalu buku cerita pertama yang saya berikan adalah tentang hewan. Perasaan anak-anak yang halus sangat identik dengan rasa sayang pada hewan. Buku tentang hewan, selain mengenalkannya aneka jenis hewan juga berfungsi untuk menarik perhatiannya pada halaman buku.

Anak-anak bersorak gembira saat kami asyik membacakan buku-buku itu. Mereka tidak pernah bosan, selalu meminta dibaca ulang dan penuh rasa penasaran. Akhirnya saat sampai pada pertanyaan: ini bacanya apa? Saya selalu berkata sambil tersenyum, “Enak kan, kalau bisa membaca sendiri tidak perlu menunggu ibu membacakan cerita. Kamu bisa membaca semua buku yang kamu mau.” Kalimat itu saya rasa, membuatnya antusias belajar membaca.

Saat ini, banyak buku cerita bergambar yang dimiliki anak-anak kami. Semua sarat akan nilai-nilai moral maupun pengajaran yang khas anak-anak usia pra-sekolah. Buku-bukunya pun hanya berisi satu sampai tiga baris saja per halaman. Tidak lupa, saat pergi ke toko buku saya selalu membiarkannya memilih sendiri buku yang dia suka, tentu saja dengan beberapa referensi dan catatan khas orang tua.

image

Koleksi sebagian perpustakaan mini kami

Jadi, mengajarkan anak membaca dan menulis sejak dini bukan suatu kesalahan. Anak menjadi stres karena dia tidak mencintai apa yang dilakukan, dan tidak mengerti apa manfaat dari apa yang dia kerjakan. Apabila anak-anak memahami, betapa banyak hal yang bisa mereka mengerti dan mereka bisa mengetahui berjuta hal-hal baru dengan membaca, niscaya mereka akan gembira. Mereka akan sangat bahagia apabila bisa membaca buku kesayangan mereka tanpa perlu menunggu para orang tua membacakannya. Mari ajarkan mereka membaca dengan cinta dan kesenangan, sehingga mereka pun akan mencintainya. Ajarkan mereka mencintai membaca dengan mencintai buku.

Hey child, when you open the books, you see the world

6 pemikiran pada “Anak-anak dan Membaca

  1. Setuju! Kalau memang apa yang kita kenalkan ke mereka ternyata bisa mereka cintai dan mereka bahagia melakukannya, kenapa nggak? :D

    Salam,
    Calon emak yang mau menyebarkan kecintaan terhadap buku kepada anak-anaknya :)

    • ini koleksi saya dan suami sedari kuliah kok, mak (sebagian besar nggak ditaruh di sini, mak), ditambah koleksi bukunya anak-anak baru dua kotak aja itu, mak. Hihi.. banyak atau sedikit yang penting bermanfaat ya, mak ^^

Tinggalkan Balasan ke 1langitbiru Batalkan balasan